The Phenomenon of Technostress during the COVID-19

oleh : Isti Sri Ulfiarta

Media Brief Diskusi Ilmiah (#Diksi2)

Pusat Studi Turki kembali melakukan diskusi ilmiah ke 2 yang diinisiasi oleh klaster Politik dan Sosial Humaniora. Diskusi kali ini membahas artikel menarik yang berjudul “The Phenomenon of Technostress during the COVID-19” karya Riska Dwinda Elsyah dari Ankara Haci Bayram Veli Universitesi. Adapun penanggap dari artikel ini adalah Ummi Aminah Syarif H dari İstanbul Medeniyet Universitesi dan Tutut Ismi Wahidar dari Süleyman Demirel Üniversitesi. Diskusi ini dilaksanakan secara daring pada 18 Mei 2024, mulai pukul 20.00 TRT sampai dengan selesai.

Artikel yang dibahas dalam diskusi ini adalah sebuah penelitian yang berfokus pada kodisi technostress para pekerja di Indonesia pada masa Covid-19. Technostress memicu permasalahan baru yang berkaitan dengan perilaku karyawan dalam menggunakan teknologi dan mempengaruhi produktivitas ataupun cara kerja. Hal yang menjadi menarik adalah pada diskusi ini juga mengungkapkan bahwa merebaknya virus Covid-19 pada akhir 2019 ke berbagai belahan dunia menyebabkan perubahan kehidupan sehari-hari di masyarakat, khususnya bagi para pekerja. Sebagai upaya untuk mengurangi mobilisasi masa dan penyebaran virus secara masif, salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia pada Maret 2020 adalah lockdown. Dengan adanya kebijakan ini kemudian para pekerja mulai bekerja secara jarak jauh dari rumah (work from home/WFH).

Tentunya, WFH memiliki dampak positif bagi pekerja. Di antaranya pekerja akan lebih disiplin dalam menyelesaikan tugas, tingkat ketidakhadiran menurun, biaya operasional berkurang, keseimbangan kehidupan kerja meningkat, lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas rumah tangga, menghabiskan waktu bersama keluarga, dan melakukan aktivitas rekreasi. WFH juga memungkinkan untuk meningkatkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan produktivitas di antara karyawan.

Namun tidak dipungkiri, WFH juga menimbulkan dampak negatif, di antaranya interaksi antara staf selama WFH tidak seefektif ketika mereka bertemu secara langsung, banyak dari mereka yang masih merasa kesulitan untuk mengoperasikan teknologi, dan tidak mudah untuk meminta bantuan dari rekan kerja mereka karena WFH. Tantangan-tantangan yang ada selama WFH berpotensi meningkatkan terjadinya stres, termasuk technostress, yaitu penyakit modern yang disebabkan oleh kebutuhan untuk beradaptasi dengan teknologi, yang mengakibatkan tekanan psikologis. Technostress dapat muncul ketika seseorang dituntut untuk menggunakan teknologi saat bekerja namun tidak memiliki keterampilan atau kompetensi yang memadai.

Berdasarkan keresahaan ini, Riska sebagai salah satu penulis akhirnya memutuskan untuk menganalisis kemunculan technostress saat WFH. Penelitian ini dilakukan berdasarkan teori kognitif sosial yang berkaitan dengan faktor lingkungan dan perilaku. Faktor lingkungan mengacu pada kecanduan teknologi, kondisi pandemi serta sistem WFH, sedangkan faktor perilaku mengacu pada computer self- efficacy (CSE). Penelitian ini juga menginvestigasi pengaruh technostress terhadap produktivitas dan role stress sebagai elemen perilaku yang dipengaruhi oleh fenomena technostress.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, pekerja dengan tingkat kecanduan teknologi yang tinggi diperkirakan akan merasakan lebih banyak stres karena paparan teknologi yang terus-menerus. Oleh karena itu, penelitian ini mengasumsikan bahwa kecanduan teknologi yang didorong oleh WFH mendorong fenomena technostress di kalangan karyawan. Hipotesis dari penelitian ini adalah technostress menyebabkan rendahnya kinerja dan produktivitas di tempat kerja. Beberapa kondisi yang biasanya dialami oleh seseorang yang terserang technostress adalah kecemasan, kelelahan mental, keraguan diri, dan kurangnya kepercayaan diri untuk menggunakan teknologi.

Akan tetapi setelah melakukan penelitian fenomena technostress akibat WFH di masa covid-19 secara online dengan melibatkan 819 responden yang tinggal di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Surabaya, Bali, Lombok, Medan, Surabaya, Palembang, dan Kalimantan, didapatkan hasil yang cukup mengejutkan. Temuan pada penelitian menjelaskan bahwa tingkat technostress yang tinggi dapat membawa hubungan positif terhadap produktivitas. Meskipun pekerja di Indonesia memiliki tingkat stres yang tinggi dalam menggunakan teknologi, namun situasi pandemi COVID-19 memaksa pekerja untuk melakukan yang terbaik untuk pekerjaan mereka, meningkatnya keinginan untuk menjadi lebih produktif selama bekerja dari rumah, dan lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras.

Dari penelitian technostress pada kalangan pekerja WFH dapat juga dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jangkauan yang lebih luas. Tidak saja technostress yang melanda pekerja, namun juga dapat dilakukan pada siswa dan mahasiswa di wilayah timur Indonesia. Seperti diketahui bersama keterbatasan teknologi, baik dalam signal, jumlah hardware untuk belajar jarak jauh, dan kemampuan mengoperasikan software pertemuan online (sepereti zoom, google meeting, dan lainnya) membuat proses belajar-mengajar cukup sulit dilakukan di masa pandemi covid-19.  Penelitian technostress juga dapat dikembangkan dengan mengelaborasi perubahan pola interaksi dan manajemen komunikasi di sebuah organisasi, yaitu dengan pendekatan micromanaging saat WFH di masa yang akan datang.

Isti Sri Ulfiarta