70 Tahun Konferensi Asia-Afrika: Relevansi Dasasila Bandung di Tengah Perubahan Tatanan Dunia

(Gambar dari @goodnewsfromindonesia.id)

Syihasarahil Al Dazfa Chairan
International Relations
Sakarya University

Tanggal 18 April 2025 menandakan 70 tahun sejak terjadinya Konferensi Asia Afrika (KAA)  di Indonesia. Terwujudnya konferensi ini merupakan salah satu pencapaian diplomatis terbaik Indonesia. Konferensi ini mengundang 24 negara dari belahan Asia, Afrika, dan Timur Tengah untuk merumuskan nilai-nilai yang perlu dipegang setiap negara dalam menyikapi Perang Dingin, menyikapi perkembangan pasca-kolonialisme, dan bekerja sama dalam asas persamaan nasib pernah dijajah. Negara pengundang seperti Indonesia, Pakistan, Myanmar, India, dan Sri Lanka mengundang negara-negara seperti Mesir, Saudi Arabia, Republik Demokratik Vietnam, Republik Rakyat Tiongkok, Afghanistan, Iran, dan Suriah.

Beberapa poin penting yang dihasilkan oleh konferensi ini adalah semangat netralitas yang berdasarkan ketidakberpihakan kepada blok apapun selama Perang Dingin dan Dasasila Bandung. Dasasila Bandung sendiri berisi poin-poin yang intinya menjalankan kerjasama di berbagai bidang, penghormatan kepada HAM dan persamaan derajat sebagai manusia, tekad untuk menyelesaikan perselisihan dengan damai, dan menghormati isi Piagam PBB dan kedaulatan setiap negara.

Nilai-nilai universal yang telah dirumuskan ini merefleksikan paham Liberalisme dalam Hubungan Internasional, paham yang sarat akan kerjasama antar negara dan keyakinan akan perubahan menuju jalan yang baik. Sayangnya, di dekade-dekade pasca KAA, mayoritas negara peserta dan negara pengundang satu per satu jatuh juga ke pengaruh salah satu Blok, termasuk Indonesia. Dengan turunnya Soekarno dan naiknya Soeharto, Indonesia mengalami pergeseran prioritas kepada pembangunan dan pembenahan ekonomi yang lebih liberal-kapitalis dalam rangka mendekatkan diri kepada Blok Barat.

Sampailah di waktu sekarang. Salah satu isu genting di tahun-tahun ini adalah membayangkan tatanan dunia setelah Amerika Serikat tak lagi menjadi kekuatan besar. Isu ini semakin naik daun seiring munculnya tarif tinggi Amerika Serikat ke semua negara yang ada di muka bumi. Ada negara yang menanggapi dengan negosiasi tarif, beradaptasi dengan tarif, atau retaliasi tarif Amerika Serikat. Isu lain yang juga tak kalah penting adalah nasib Palestina untuk kedepannya, yang semakin abu-abu semenjak gencatan senjata tak berlaku lagi beberapa waktu yang lalu.

Bila dibayangkan, seandainya Gerakan Non Blok, tahap evolusioner selanjutnya dari KAA, masih ada maka akan ada sikap kolektif dan kompak berdasarkan nilai-nilai Dasasila Bandung. Nyatanya, nilai-nilai yang digaungkan tidaklah susah untuk dilakukan, asal ada sikap kolektif yang jelas. Sikap ini akan menarik perhatian dari negara-negara kuat yang tidak memberikan kesan yang agresif. Amerika Serikat sendiri sempat takut kalau KAA akan semakin menjerumuskan negara-negara muda ke Blok Timur yang komunis dan melemahkan pengaruh dan kekuatan Blok Barat yang kapitalis. Sikap KAA yang murni menegakkan nilai-nilai universal tanpa niat buruk, ditambah komitmen Perdana Menterinya RRT untuk meredakan ketegangan dengan Taiwan, membuat AS tenang dengan sikap yang tidak berpotensi mengusik keseimbangan antara Blok Barat dan Blok Timur.

Mayoritas negara alumni KAA sekarang menduduki posisi “middle power” dalam hal kekuatan diplomatisnya, yaitu pengaruh diplomatisnya berada di tengah negara lemah dan negara kuat nan besar. Negara ini lebih mementingkan kerjasama multilateral antar negara karena kesadaran akan political influence yang masih belum sebesar suatu negara kuat. Negara-negara tengah ini pun sekarang berkumpul di Organisasi regional dan antarregional seperti BRICS dan ASEAN. Pertanyaannya, apakah para middle power dapat memegang nilai-nilai KAA dalam melakukan diplomasi antar middle power dan great power?

Referensi:

https://historia.id/historiografis/articles/70-tahun-konferensi-asia-afrika-v5JAJ

https://www.britannica.com/topic/middle-power

https://historia.id/politik/articles/kaa-bikin-gerah-amerika-vqZy1

Editor: Hasri Ainun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *