Turki, Sekularisme, dan Spiritualitas: Paradoks yang Mencerahkan

Iga Mawarni
Ilahiyat
Gaziantep Üniversitesi

Pertanyaan “kenapa belajar agama di negara sekuler?” sepertinya sudah tidak asing lagi bagi kami, pelajar Indonesia yang hendak atau sedang menimba ilmu agama di Turki. Meskipun terdengar kontradiktif, belajar agama di negara sekuler menjadi pengalaman yang sangat berharga secara spiritual dan intelektual.

Sekularisme ala Turki

Turki menjadi satu-satunya negara dengan mayoritas Muslim yang menjalankan kehidupan politik dan sosial berdasarkan paham sekulerisme. Inilah yang menjadi penyebab utama lahirnya asumsi negatif masyarakat Indonesia terhadap Turki, khususnya terkait studi agama. Namun, Turki justru menawarkan pembelajaran menarik melalui kombinasi warisan sejarah, pendidikan berkualitas, pendekatan modern dan inklusif, posisi strategis, serta komunitas internasional yang beragam.

Sekularisme yang diperkenalkan oleh Ataturk pada 1928 berbeda dari versi Barat. Sekularisme pasif yang dijalankan kala itu tetap bisa berjalan beriringan dengan modernisasi agama. Bahkan menurut Mustafa Kemal dan para reformis, Islam adalah agama yang rasional dan selaras dengan kemajuan. Kini, sekularisme di Turki menjadi lebih longgar. Pemerintah memberi ruang lebih besar bagi agama di ruang publik, seperti mencabut larangan jilbab dan mendukung pendidikan agama. Meski tetap negara sekuler, pendekatannya kini lebih mengakomodasi nilai-nilai religius. Tujuan pemisahan agama dan politik adalah untuk mengejar kemajuan teknologi dan peradaban Barat, mengingat sejarah Eropa pada Abad Kegelapan, ketika dwifungsi sultan politik dan agama menghambat inovasi dan kebebasan berpikir. Hal inilah yang mendorong Ataturk menyarankan penghapusan fungsi spiritual sultan sebagaimana dipraktikkan dalam kekhalifahan Islam.

Pengalaman Belajar Agama di Turki

Fakultas Ilahiyat atau Teologi Islam, yang menjadi tujuan banyak pelajar Indonesia untuk menimba ilmu agama di Turki, pernah menjadi visi utama dalam penyatuan antara pemikiran modern dan ilmu keislaman di universitas-universitas Turki sejak masa Kekhalifahan Usmani.

Rekam jejak transisi pemerintahan Turki melahirkan sistem pendidikan yang bersifat sekuler, yang memungkinkan pendekatan lebih kritis dan analitis, termasuk dalam belajar agama. Program studi Islam di Turki mencakup perspektif yang luas, di mana kami tidak hanya belajar dari teks-teks suci seperti tafsir dan hadis melainkan juga mempelajari agama secara multidisipliner dari beberapa cabang ilmu filsafat, logika, sosial, hingga diskusi mengenai peran Islam dalam dunia modern.

Pendekatan ini mendorong kami untuk berpikir dan bersikap kritis serta memahami konteks sejarah secara komprehensif. Belajar di Turki juga secara tidak langsung memberikan kami dua bentuk lingkungan yang berbeda: dukungan dan suasana suportif di lingkup perkuliahan, serta lingkungan kontradiktif di luar aktivitas belajar-mengajar. Kami dituntut untuk menemukan posisi agama dalam kehidupan modern—di tengah masyarakat yang lebih terbuka dan plural dibanding negara-negara Muslim lainnya. Beragama menjadi bukan sekadar sesuatu yang diwariskan, melainkan sebagai pilihan sadar yang harus terus dirawat.

Urgensi Belajar Filsafat dan Perannya dalam Memahami Agama di Turki

Di Turki, agama dan filsafat telah diajarkan sejak duduk di bangku Sekolah Islam Imam Hatip atau yang setara dengan Sekolah Menengah Atas di Indonesia, ini membuktikan bahwasanya belajar agama sekaligus filsafat dapat membantu kita mengenali tradisi intelektual yang dimiliki negara tersebut. Filsafat sebagai dasar segala ilmu pengetahuan, membantu menjawab tantangan hidup yang tidak selalu dapat diselesaikan oleh ilmu pengetahuan saja. Meskipun ilmu kini semakin luas, filsafat tetap menjadi landasan utama memahami fenomena sosial, budaya hingga agama.

Ibn Rusyd, salah satu filsuf muslim besar yang hidup dalam masa kejayaan peradaban Islam di Andalusia, berpendapat bahwa filsafat dan agama bukanlah dua hal yang saling bertentangan, karena memiliki tujuan yang sama yaitu mencari kebenaran. Akal merupakan anugerah Tuhan yang harus digunakan untuk memahami wahyu, dengan kata lain, agama dan filsafat tidak perlu dipertentangkan karena keduanya dapat saling melengkapi.

Untuk memahami ide-ide yang membentuk sejarah Islam dan pemikiran Barat di Turki, kita memerlukan pemahaman mendalam melalui filsafat dan agama. Belajar filsafat sangat penting untuk memahami agama secara rasional dan menghindari pemahaman dogmatis dan normatif. Contohnya, ketika menghadapi bencana seperti gempa bumi, alih-alih menganggapnya sebagai azab, alangkah baiknya melihat itu sebagai kesempatan untuk menggali ilmu pengetahuan lain, seperti geologi. Selain itu, filsafat juga membantu memperdalam pemahaman kita tentang esensi ibadah, menjadikannya lebih bermakna dan bukan sekadar rutinitas ritual keagamaan semata. Dengan pendekatan filsafat, agama bisa dipahami secara lebih holistik dan bermakna. Ilmu dan filsafat bertujuan mencari kebenaran dengan akal. Namun, karena akal manusia terbatas, kebenaran tersebut dianggap relatif, sedangkan agama, yang bersumber dari wahyu, memiliki kebenaran mutlak dan absolut. Imam Al-Ghazali mengungkapkan bahwa filsafat dapat berguna dan benar, selama tetap sesuai dengan kerangka hukum Islam dan tidak melampaui ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an.

Penutup

Belajar agama bukan tentang di mana, melainkan bagaimana. Menuntut ilmu agama di Turki menunjukkan bahwa iman tetap bisa tumbuh subur meski di tanah sekuler sekalipun, asal konsisten dipelihara dengan ilmu, refleksi dan kesadaran yang kuat. Dan di sinilah kami belajar, bahwa beragama secara sadar jauh lebih mudah daripada sekedar mengikuti tradisi lama yang kurang relevan untuk saat ini atau tuntutan lingkungan sekitar.

Referensi

CNN Indonesia. (2021, Oktober 19). Mengenal Turki dan sekularisme uniknya. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211019115827-134-709596/mengenal-turki-dan-sekularisme-uniknya
Mustofa, I. (2016). Turki antara sekularisme dan aroma Islam: Studi atas pemikiran Niyazi Berkes. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, 6(1). Sekolah Tinggi Agama Islam YPBWI Surabaya.
NU Online Jabar. (n.d.). Filsafat Imam Al-Ghazali. https://jabar.nu.or.id/ngalogat/filsafat-imam-al-ghazali-S2OI6
NU Online Lampung. (n.d.). Berdialog dengan Ibnu Rusyd: Antara filsafat dan agama dalam kehidupan modern. https://lampung.nu.or.id/tokoh/berdialog-dengan-ibnu-rusyd-antara-filsafat-dan-agama-dalam-kehidupan-modern-dSN9Q
NU Online. (n.d.). Hubungan agama dan filsafat. https://www.nu.or.id/opini/hubungan-agama-dan-filsafat-HKML5
Nurhayati. (2021). Peranan filsafat ilmu untuk kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan. Jurnal Studi Islam, 13(2). Institut Agama Islam Abdullah Said Batam.
Samsuriadi, Santalia, I., & Wahyuddin. (2023). Sejarah lahirnya negara Islam sekuler Turki dan ide pembaruan Mustafa Kemal. Jurnal J-BKPI, 3(1). Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Usrah Turkey. (2014, November). Sejarah dan asal mula pembentukannya. https://usrah-turkey.blogspot.com/2014/11/sejarah-dan-asal-mula-pembentukannya.html

Editor oleh Roma Wijaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *