PUSPITUR X NUTHINK & Discuss Gelar Diskusi DIKSI #III: Bagaimana Seharusnya Negara Mayoritas Muslim Menyikapi Seruan “Fatwa Jihad Dan Persatuan Ulama”
Minggu, 25 Mei 2025 | Zoom Meeting | 12.00-14.00 TRT
Turkiye, 25 Mei 2025 – Forum diskusi ilmiah NUTHINK & DiscussX Puspitur telah menyelenggarakan diskusi mendalam mengenai isu fatwa dan otoritas keagamaan dalam konteks konflik Palestina-Israel. Diskusi ini menghasilkan beberapa poin penting dan kesimpulan yang relevan dengan situasi geopolitik saat ini.
Poin-Poin Utama dari Diskusi:
- Fatwa dan Jihad Kontemporer: Fatwa adalah pandangan ulama yang tidak mengikat secara hukum, berbeda dengan keputusan qadi. Seruan jihad untuk Palestina tidak selalu wajib diikuti, kecuali jika datang dari otoritas yang sah secara politik dan syar’i. Dalam konteks modern, tidak ada satu entitas khilafah tunggal yang memiliki otoritas global, sehingga interpretasi jihad menjadi beragam. Jihad defensif (Jihad Difa’) diperbolehkan secara syar’i ketika wilayah Muslim diserang, seperti yang terjadi di Palestina. Sebaliknya, jihad ofensif (Jihad Talab) hanya boleh dilakukan oleh otoritas pusat Islam dan tidak relevan dalam konteks negara-negara sekuler saat ini. Jihad juga dapat berbentuk non-militer, seperti jihad intelektual dan diplomatik.
- Khilafah dan Relevansinya: Diskusi menyoroti bahwa khilafah historis, seperti Khilafah Utsmaniyah, menunjukkan pluralisme di mana umat Yahudi dan Muslim hidup berdampingan. Saat ini, ide khilafah lebih sering dianggap sebagai simbol “pembalikan narasi kolonial” daripada sebagai sistem politik wajib. Ketiadaan otoritas khilafah bukan hambatan mutlak untuk membela Palestina, melainkan menuntut pendekatan alternatif yang lebih kontekstual dan realistis.
- Status Israel dalam Hukum Islam: Meskipun Israel mengizinkan penerapan hukum keluarga Islam dalam lingkup terbatas dan mengakui Ahmadiyah secara legal, hal ini tidak memberikan legitimasi syar’i atas keberadaan negara tersebut. Israel dinilai berdiri di atas ideologi Zionisme yang diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti keadilan dan perlindungan jiwa (maqāṣid al-sharī‘ah). Tindakan pendudukan, blokade, dan kolonisasi dianggap sebagai kezaliman (zulm) dan perampasan haram (ghasab). Dalam perspektif hukum Islam, ini mewajibkan umat Islam untuk membela Palestina sesuai dengan kapasitas mereka.
- Pendekatan Humanisme dan Multidisipliner: Diskusi menggarisbawahi pentingnya pendekatan humanis yang menolak narasi perang abadi dan mengusulkan solusi damai yang berfokus pada keadilan universal. Keadilan harus menjadi inti solusi, bukan sekadar toleransi atau netralitas. Solusi untuk isu Palestina harus dilihat secara multidisipliner, mencakup aspek teologi, hukum, sejarah, dan geopolitik.
Rekomendasi dan Kesimpulan: Sebagai langkah strategis, forum merekomendasikan penggantian istilah “fatwa jihad” menjadi “resolusi jihad”. Istilah “resolusi” lebih mencerminkan musyawarah, kesepakatan, dan koordinasi, serta lebih mudah diterima dalam forum internasional, menghindari stigma konflik internal atau ekstremisme yang sering dikaitkan dengan “fatwa”. Perjuangan modern harus bersifat legal, kolektif, dan kontekstual, tidak hanya didorong oleh hukum agama tetapi juga oleh pertimbangan geopolitik dan kemanusiaan. Humanisme Islam, yang peka terhadap struktur kekuasaan dan penderitaan korban, dianggap sebagai kunci untuk mencapai rekonsiliasi dan perdamaian jangka panjang.