Ahmad Syah Alfarisi
Mahasiswa Hubungan Internasional Eskisehir Osmangazi University
Indonesia resmi menjadi negara ke-4 yang berhasil mencapai kesepakatan baru dengan Amerika Serikat soal Reciprocal Tariff dengan penurunan tarif menjadi 19% dari tarif semula sebesar 32%. Sebelum Indonesia, ada Inggris, China, dan Vietnam yang telah lebih dahulu mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat terkait negosiasi keringanan kebijakan tersebut.
Reciprocal Tariff adalah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan tarif antara AS dan mitra dagangnya yang dianggap memberlakukan tarif lebih tinggi terhadap produk AS. Kebijakan yang dikenal juga sebagai “Trump Tariff” ini diumumkan oleh President Donald Trump saat pidato di hari yang ia sebut sebagai “Hari Pembebasan AS” (Liberation Day) pada tanggal 2 April 2025 lalu. Kebijakan tersebut diambil untuk menyeimbangkan defisit neraca perdagangan Amerika Serikat selama ini. Dengan diluncurkannya kebijakan ini, tidak ada negara yang imun dari tarif bea masuk Amerika Serikat. Tarif ini berkisar antara 10-50% untuk masing-masing negara. Universal Tariff untuk seluruh negara sebesar 10% resmi berlaku pada tanggal 5 April 2025. Sedangkan Reciprocal Tariff terhadap sejumlah negara termasuk China, Uni Eropa, Jepang, Indonesia, dan Brasil, diumumkan akan diterapkan pada 9 Juli 2025 sebelum akhirnya ditunda sampai 1 Agustus 2025. Negara-negara yang terkena Reciprocal Tariff tersebut dipersilakan untuk melakukan negosiasi dengan AS sebelum tenggat waktu jatuh di awal bulan Agustus.
Kesepakatan besar antara Indonesia dan Amerika Serikat ini diumumkan langsung oleh President Donald Trump di postingan akun media sosial White House pada tanggal 15 Juli 2025 lalu. Pada postingan tersebut Trump menyatakan bahwa ia telah mencapai kesepakatan secara langsung dengan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Dalam pernyataannya, Trump menyebut bahwa kesepakatan ini akan membuka akses pasar Indonesia secara menyeluruh untuk Amerika Serikat untuk pertama kalinya dalam sejarah. Di sisi lain, Prabowo Subianto juga membagikan momen negosiasi melalui telepon dengan Donald Trump di akun media sosial pribadinya, menyebutkan bahwa Indonesia dan AS sepakat untuk membawa hubungan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat ke era baru yang saling menguntungkan bagi kedua negara. Percakapan telepon selama kurang lebih 15 menit tersebut dilakukan di sela-sela kunjungan luar negeri Presiden Prabowo ke beberapa negara termasuk Arab Saudi, Brasil, dan beberapa negara di Eropa.
Lalu, apa saja yang disetujui dalam kesepakatan tersebut? Dan apa untung-ruginya untuk kedua pihak?
6 Poin Inti Kesepakatan Baru Tarif Indonesia-Amerika Serikat
- AS sepakat untuk menurunkan tarif bea masuk produk Indonesia dari yang sebelumnya 32% menjadi sebesar 19%. Sebaliknya, barang-barang ekspor dari AS ke Indonesia akan dibebaskan dari hambatan tarif dan non-tarif.
- Indonesia sepakat untuk membeli produk energi AS sebesar USD 15 Miliar.
- Indonesia sepakat untuk mengimpor produk pertanian AS sebesar USD 4,5 Miliar.
- Indonesia sepakat untuk membeli 50 Pesawat Boeing AS yang sebagian besarnya merupakan tipe Boeing 777.
- Amerika Serikat akan mendapatkan akses penuh ke pasar Indonesia. Trump menegaskan di postingan sosial medianya bahwa petani, peternak, dan nelayan Amerika Serikat akan mendapatkan akses pasar ke 280 juta orang penduduk Indonesia.
- Jika terjadi Transshipment (pengalihan barang melalui negara ketiga sebelum sampai ke tujuan akhir) dari negara yang tarifnya lebih tinggi, maka tarif negara asal tersebut akan ditambahkan ke tarif yang harus dibayarkan oleh Indonesia.
Kesepakatan Baru: Indonesia Untung atau Rugi?
Setelah proses diplomasi alot yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak diumumkannya Trump Tarif pada awal April 2025 lalu, pemerintah Indonesia berhasil capai kesepakatan dengan AS untuk menurunkan tarif bea masuk nya menjadi 19%. Dengan kesepakatan ini, Indonesia menjadi negara yang terkena dampak Reciprocal tariff terendah di antara negara-negara ASEAN lainnya.
Pada tanggal 9 Juli lalu, Presiden Donald Trump mengumumkan tarif baru kepada negara-negara yang dikenakan Reciprocal Tariff, dengan Brasil mengalami kenaikan tarif yang tinggi dari yang semula 10% menjadi 50%. Uni Eropa naik dari 20% menjadi 30%. Sedangkan negara-negara ASEAN tidak mengalami perubahan signifikan selain Vietnam yang telah mencapai kesepakatan lebih dulu dengan AS, yang menurunkan besaran tarif bea masuk dari 46% menjadi 20%. Berikut adalah besaran tarif bea masuk negara-negara ASEAN: Singapura 10% (hanya universal tariff), Indonesia 19%, Vietnam 20%, Filipina 20%, Malaysia 25%, Brunei 25%, Thailand 36%, Kamboja 36%, Laos 40%, Myanmar 40%.
Kesepakatan ini dinilai beberapa pengamat, layak untuk diapresiasi dan akan berdampak positif bagi Indonesia, terutama dalam menjaga kepentingan ekspornya ke Amerika Serikat. Sampai saat ini. Amerika Serikat masih menjadi salah satu partner dagang terpenting bagi Indonesia. Melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, neraca dagang Indonesia terhadap AS selalu surplus dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2024, nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 26,31 Miliar, sedangkan nilai impor barang dari AS ke Indonesia mencapai USD 9,47 Miliar, sehingga Indonesia menikmati surplus sebesar USD 16,84 Miliar. Amerika Serikat menjadi pangsa ekspor terbesar ke-3 untuk Indonesia (11,22%), hanya kalah dari China (26,40%), dan ASEAN (18,72%). Komoditas penyumbang surplus terbesar neraca perdagangan Indonesia sebagian besar berasal dari barang padat karya seperti mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian, dan alas kaki yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia. Dengan menurunkan tarif dari 32% ke 19%, Indonesia berusaha menjaga kepentingan dagang nya dan mencegah PHK tenaga kerja di sektor komoditas terkait.
Selain itu, dengan tarif yang kompetitif, terutama jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan hal tersebut untuk meningkatkan daya saing produknya di pasar AS.
Prabowo Subianto dalam jumpa pers setelah kepulangannya ke tanah air, melabeli Trump sebagai negosiator yang keras. Baik Amerika Serikat dan Indonesia, menurutnya dinilai memahami kepentingan negaranya masing-masing. Prabowo menyatakan bahwa kesepakatan yang dicapai sudah dihitung secara matang dan merupakan hasil yang terbaik, walaupun ia sendiri menyatakan belum terlalu puas dengan yang dicapai saat ini.
Bank Indonesia (BI) melalui Gubernur BI, Perry Warjiyo juga menyambut positif kesepakatan ini melalui yang menurutnya akan berdampak positif bagi ekspor dan perekonomian Indonesia. Pernyataan tersebut dilanjutkan dengan diumumkannya keputusan untuk menurunkan BI rate dari 5,5% menjadi 5,25%. Keputusan ini diambil dengan alasan angka inflasi negara yang relatif stabil, nilai tukar rupiah yang terkendali, dan perlunya kebijakan tersebut untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Namun, banyak juga yang menyatakan bahwa kesepakatan ini juga dapat berpengaruh secara negatif ke Indonesia. Menurut Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, memperingkatkan bahwa Indonesia perlu waspada dan cermat dalam jangka panjang, terutama dari sisi impor dan sektor domestic yang terdampak akibat membuka pasar domestik dengan tarif nol persen bagi berbagai produk barang dan jasa dari AS. Hal ini menurutnya dapat melemahkan daya saing produk lokal dan berpotensi akan mengganggu agenda ketahanan pangan dan hilirisasi sektor pertanian dalam negeri.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengomentari bahwa seharusnya Indonesia bisa mengupayakan lebih untuk mendapatkan penurunan tarif lebih tinggi, dengan membandingkan Vietnam yang mengalami penurunan tarif jauh lebih signifikan dari Indonesia. Bhima juga mengatakan bahwa kesepakatan ini bisa saja membuat impor beberapa barang dari AS seperti di sektor migas, produk elektronik, suku cadang pesawat, serelia, serta produk farmasi membengkak yang berpotensi memperlebar defisit, menekan kurs rupiah dan menyebabkan postur subsidi RAPBN 2026 untuk energi meningkat tajam.
Bhima menyarankan pemerintah untuk meningkatkan diversifikasi pasar, khususnya ke Uni Eropa setelah disahkannya EUI-CEPA, dan mendorong pula penetrasi ke pasar intra-ASEAN sehingga mengurangi ketergantungan ke pasar Amerika Serikat.
Dalam pernyataan nya saat dijumpai para wartawan di White House pada Selasa, 15 Juli 2025, Donald Trump menyatakan bahwa Indonesia memiliki sumber daya melimpah terutama di tembaga, dan kesepakatan terkait akses ke sumber daya ini merupakan salah satu bagian terbesar dari kesepakatan.
Pernyataan Trump tersebut sejalan dengan laporan dari The Strait Times bahwa Indonesia berencana untuk menggantungkan cadangan elemen tanah jarangnya (ETJ) yang kaya dan belum banyak dikembangkan, sebagai alat tawar menawar untuk mengurangi tingkat tarif.
Hal ini juga mengkhawatirkan banyak pihak terkait kemandirian Indonesia dalam mengelola sumber daya alamnya yang melimpah dan ketergantungannya pada pihak asing.
Dalam beberapa hari kedepan, kedua negara diharapkan akan mengumumkan hasil kesepakatan secara lebih lengkap kepada publik. Sebelum diberlakukannya tarif pada 1 Agustus, kesepakatan bisa saja berubah sewaktu-waktu.
Referensi:
Deal Tarif AS-Indonesia! Siapa yang “ketiban” untung? | Breaking News. (17 Juli 2025). Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=iR_5XpbnMCk
FULL Pernyataan Presiden Prabowo terkait Tarif Trump dan Kerja Sama Ekonomi dengan Uni Eropa. (17 Juli 2025). Diakses dari https://youtu.be/cfDdhDXLzYI?si=b_GcEVeEK79DIOx7
[FULL] Analisis Pakar: BI Rate Turun & Tarif Trump Lebih Ringan, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi RI? (17 Juli 2025). Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=Yum8H_qBo14
Jayanti, H. D. (17 Juli 2025). Trump Umumkan Tarif ekspor 19 Persen Untuk Produk Indonesia, Pemerintah Perlu Waspadai Risiko Jangka panjang. Diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/a/trump-umumkan-tarif-ekspor-19-persen-untuk-produk-indonesia–pemerintah-perlu-waspadai-risiko-jangka-panjang-lt68785782e52f8/
Jeyaretnam, M. (16 Juli 2025). Trump’s trade deals, negotiations, tariffs for each country. Diakses dari https://time.com/7300389/trump-trade-deals-tariff-letters-deadline/
Khaeron, R. A. (10 Juli 2025). Tidak Seperti Indonesia, 3 Negara Ini Berhasil Buat Kesepakatan Dagang Dengan trump. Diakses dari https://www.metrotvnews.com/read/kewCM4D1-tidak-seperti-indonesia-3-negara-ini-berhasil-buat-kesepakatan-dagang-dengan-trump
Khaeron, R. A. (16 Juli 2025). Tarif as Turun, ini 6 hasil kesepakatan Indonesia Dan Trump. Diakses dari https://www.metrotvnews.com/read/kM6CRjgE-tarif-as-turun-ini-6-hasil-kesepakatan-indonesia-dan-trump
Rachman, M. F. (7 Juli 2025). Begini Neraca Perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat. Diakses dari https://www.tempo.co/ekonomi/begini-neraca-perdagangan-indonesia-dengan-amerika-serikat-1925244
Setiawan, S. R. D. (6 April 2025). Neraca Perdagangan ri Selalu surplus terhadap as pada 2020-2024, Ini Datanya. Diakses dari https://money.kompas.com/read/2025/04/06/151752126/neraca-perdagangan-ri-selalu-surplus-terhadap-as-pada-2020-2024-ini-datanya?page=all
Theodora, A. (Ed.). (17 Juli 2025). Tarif Trump untuk RI Turun Jadi 19 Persen, Untung Atau Buntung? Diakses dari https://www.kompas.id/artikel/tarif-trump-untuk-ri-turun-jadi-19-persen-untung-atau-buntung
Untung Rugi Kesepakatan Tarif as-indonesia | republika ID. (2025). Diakses dari https://www.republika.id/posts/58493/untung-rugi-kesepakatan-tarif-as-indonesia
*Artikel ini telah terbit dalam bahasa Turki di Stratejik Düşünce Enstitüsü dengan judul: “Endonezya ve ABD Arasında Yeni Tarif Anlaşması: Kazanç mı, Kayıp mı?”
Sumber Tulisan
Endonezya ve ABD Arasında Yeni Tarif Anlaşması: Kazanç mı, Kayıp mı?